Tim Inklusi ‘Aisyiyah Bojonegoro telah melaksanakan kegiatan pertemuan kelompok Balai Sakinah ‘Aisyiyah (BSA) pada tanggal 15 – 17 Mei 2023. Kegiatan ini dilakanakan di daerah sasaran program, yaitu 3 kecamatan yang terdiri dari kecamatan Balen, Kedungadem, dan Sekar. Serta 6 desa, yaitu desa Margomulyo, Pohbogo, Panjang, Kendung, Klino dan Bobol. Disetiap desa yang menghadiri acara tersebut sebanyak 5 kader desa sasaran Inklusi serta para anggota kelompok BSA 1 dan BSA 2, masing – masing keompok terdiri dari 15-25 orang. Kegiatan ini dijadwalkan dengan acara pengajian yang mengangkat tema “Partisipasi Perempuan dalam Pembangunan Desa” , pengajian ini merupakan tindak lanjut dari pengajian bulan April 2023 lalu dengan tema “isu Gender, disabilitas dan Inklusi Sosal.
Bertempat di balai desa masing – masing. Dalam kesempatan tersebut menghadirkan narasumber dari Penyuluh agama kementrian Agama Bojonegoro, bapak Drs.. Bambang Utomo, S.HI,MM beliau juga merupakan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kedungadem serta bapak Drs. H. Ichwanudin, M.Pd beliau penyuluh sekaligus bendahara Pimpinan Daerah Muhammdiyah Bojonegoro. Dan narasumber ketiga ialah bapak Ahmad Tamsianto, beliau merupakan wakil Arsyi DPD Bojonegoro.
Kegiatan dimulai pada pukul 13.00 WIB diawali dengan permainan dari para anggota kelompok BSA dan dilanjutkan sambutan dari Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah (PDA) Bojonegoro, ibu Dra Siti Nurhayati. Sekaligus koordinator Program Inklusi ‘Aisyiyah Bojonegoro, Ina Afrina Faiqotun Nisa, S.H. Dilanjutkan dengan sambutan dari narasumber bapak Bambang Utomo yang berada di desa Margomulyo dan desa Kendung.
“Alhamdulillah, kita dapat berkumpul disini, insyallah disini kita dapat menambah wawasan, tingkat kehidupan yang lebih tinggi, dan tingkat kehidupan yang dapat berkembang”. Ujar bapak Bambang.
Disampaikannya, dalam zaman ini patut disyukuri bahwa kedudukan wanita semakin sama derajatnya dengan laki – laki. Sebelum jahiliyah para wanita hanya dijadikan budak nafsu para lelaki saja. Jika melahirkan seorang perempuan, maka akan dibunuh, karena perempuan hanya dianggap beban serta aib. Dengan kehadiran Rasulullah pada saat itu menjadikan penerang dari segala bentuk kedzaliman dan penjaminan hak setiap manusia tanpa terkecuali.
Dalam QS An- Nahl ayat 56: “(Dan apabila seorang dari mereka diberi kabar dengan kelahiran anak perempuan) ia mempunyai anak perempuan yang baru dilahirkan (maka jadilah) maka berubahlah (roman mukanya menjadi hitam) dengan perubahan yang menunjukkan kedukaan dan kesusahan (dan dia sangat marah) marah sekali, maka mengapa mereka menisbatkan anak-anak perempuan terhadap Allah swt.? “
Dalam QS An-Nahl ayat 57: “ (Ia menyembunyikan dirinya) menghilang (dari orang banyak) dari pandangan kaumnya (disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya) karena ia takut akan mendapat celaan, sedangkan ia dalam keadaan bingung untuk melakukan tindakan selanjutnya sebagai pemecahannya. (Apakah dia akan memeliharanya) yakni membiarkannya tanpa dibunuh (dengan menanggung kehinaan) hina dan direndahkan (ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah hidup-hidup) seumpamanya ia memendam anak perempuan itu ke dalam tanah.(Ketahuilah, alangkah buruknya) alangkah jeleknya (apa yang mereka tetapkan itu) keputusan mereka itu karena mereka telah menisbatkan kepada Tuhan yang menciptakan mereka mempunyai anak-anak perempuan padahal anak-anak perempuan itu kedudukannya di kalangan mereka serendah itu.
Sejak kehadiran Rasulullah Saw, kini wanita menjadi makhluk Allah yang istimewa. Jika disamakan dengan Indonesia, kepemimpinan perempuan dapat diangkat dari ibu Raden Ajeng Kartini, beliau merupakan seorang pahlawan nasional Indonesia yang dikenal sebagai pelopor mensipasi wanita, beliau berjuang dalam peningkatan derajat wanita di Indonesia agar memiliki kedudukan yang sama dengan laki – laki. Di Indonesia derajat wanita untuk setara dengan laki – laki pun terus diusahakan agar dapat sama, seperti halnya dala kepemimpinan, dalam menyuarakan pendapat saat musywarah, baik di tingkat keluarga, desa, kecamatan maupun kabupaten bahkan di tingkat Nasional.
Meskipun begitu, dalam keluarga pun perempuan atau istri tetap harus taat kepada suaminya. Seperti halnya disampaikan dalam surat An- Nisa’ : 34, ini merupakan salah satu ayat yang paling sering dijadikan legimitasi adanya perbedaan status perempuan maupun peran laki – laki dan perempuan: Ayat tersebut tertulis sebagai berikut”
“Ar-rijālu qawwāmụna 'alan-nisā`i bimā faḍḍalallāhu ba'ḍahum 'alā ba'ḍiw wa bimā anfaqụ min amwālihim, faṣ-ṣāliḥātu qānitātun ḥāfiẓātul lil-gaibi bimā ḥafiẓallāh, wallātī takhāfụna nusyụzahunna fa'iẓụhunna wahjurụhunna fil-maḍāji'i waḍribụhunn, fa in aṭa'nakum fa lā tabgụ 'alaihinna sabīlā, innallāha kāna 'aliyyang kabīrā”.
Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Dijelaskan bahwa dalam surat ini laki – laki merupakan pemimpin-pemimpin yang menjalankan tugas pengarahan terhadap kaum wanita dan memperhatikan urusan mereka, berdasarkan keistimewaan yang Allah berikan.
Beliau pun juga menyampaikan dalam surat Al – Imron ayat 139, “wa laa tahinuu wa laa tahzanuu wa antumul a’lawina in kuntum mu’miniin” yang memiliki arti, “dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati , sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang yang beriman. Ayat ini mengajakan agar kaum muslimin jangan berifat lemah dan bersedih hati, meskipun mengalami pukulan berat dan penderitaan yang cukup pahit. Kaum muslimin dalam peperangan sebenarnya mempyai mental yang kuat dan semangat yang tinggi serta lebih unggul jika mereka benar- benar beriman.
Hal ini berarti para muslimin yang kuat dan unggul ialah mereka yang benar – benar beriman, bukan yang kuat fisiknya atau badannya. Jadi perempuan yang beriman pun memiliki derajat yang sama dengan laki – laki jika mereka beriman. Sehingga perempuan dalam masyarakat pun memiliki hak yang sama dan kekuatan yang sama dalam menyuarakan pendapat.
Peran perempuan dalam pembangunan desa memiliki peran yang penting, bagi dari segi pemikiran, sosial, ekonomi, kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Meski sudah terdapat beberapa pemimpin daerah bahkan presiden dan juga kedudukan lain, peran atau partisipasi perempuan masih kurang dan belum semua berani tampil atau menyuarakan pendapat.
“semoga perempuan disini semakin aktif dalam bertartisipasi di perencanaan desa mauapun pembangunan desa kedepanya” ujar pak Bambang di akhir pengajiannya. (ufn)